Popularitas kopi Sridonoretno sudah melambung hingga mancanegara. Sridonoretno merupakan akronim dari nama tiga desa, yaitu Desa Sri Mulyo, Desa Sukodono, dan Desa Baturetno. Kelompok petani kopi di tiga desa itu sepakat untuk mengembangkan kopi sebagai produk unggulan kawasan desa dengan brand Sridonoretno.

Tiga desa di atas berada di Kecamatan Dampit, Kabupaten Malang. Ada 125 petani kopi yang tergabung dalam kelompok tersebut. Setiap tahun, petani mampu memproduksi sebanyak 500 ton kopi. Sayang, dari jumlah itu baru ada 7 ton yang sudah mampu diolah dengan konsep pertanian yang baik (good agriculture practices).

Nama InovasiKopi Sridonotretno Dampit
PengelolaKelompok Petani Desa Desa Sri Mulyo, Desa Sukodono, dan Desa Baturetno
AlamatKecamatan Damping, Kabupaten Malang, Jawa Timur
KontakDery Pradana (Menel)
Telepon+62-822-3089-1007

Dampit berada di ketinggian 500-600 meter dari permukaan laut (Mdpl) cocok untuk tanaman kopi. Sejak masa kolonial Belanda, daerah ini sudah dikenal sebagai penghasil kopi berkualitas. Namun, tak banyak petani kopi di sana yang menyadarinya.

Buruknya model pertanian yang dikembangkan petani menyebabkan mereka tidak memiliki daya tawar untuk mematok harga hasil panennya sendiri. Harga kopi selalu ditentukan oleh para pedagang besar. Harga kopi Dampit selalu kalah dengan kopi Aceh, kopi Lampung, bahkan kopi Ijen. Akibatnya, petani kopi Dampit tetap saja berada di garis kemiskinan.

Pada 2014, Aliansi Petani Indonesia (API) melakukan pendampingan pada petani kopi. Pelopornya ada Dery Pradana (Menel), Muhammad Nurudin, Demsi Danial, dan Edi Sasono. Mereka berlatar pekerja sosial dan pengelola kedai kopi. Keprihatinan atas kondisi di atas menjadi alasan bagi keempatnya untuk masuk ke Dampit dan menyelami persoalan yang dihadapi para petani kopi.

Pendampingan petani kopi yang dilakukan Aliansi Petani Indonesia bertujuan untuk membangun sistem pertanian kopi yang berkeadilan dan berkeadaban. Para petani dilatih untuk mampu memproduksi kopi berkualitas tinggi, mulai dari masa panen hingga pasca panen. Kopi diolah dengan baik dan menghasilkan biji yang berkualitas, dus harganya juga akan meningkat.

Upaya ini tidaklah mudah. Mereka harus menghadapi kebiasaan “buruk” petani yang sudah turun-temurun. Selama ini, proses panen dan penanganan pasca panen dilakukan secara sembarangan. Para petani menilai, tanpa proses yang rumit dan ala kadarnya, kopi produksi mereka masih bisa dijual di pasaran meski dengan harga jual yang sangat rendah.

Buah kopi tidak pernah dipetik merah. Banyak buah kopi yang masih hijau juga ikut dipetik demi mengejar kuantitas. Hasil panen antara kopi merah dan kopi yang masih hijau dicampur begitu saja. Proses penjemuran buah kopi juga asal-asalan, hanya beralaskan lantai semen.

Aliansi Petani Indonesia mengajak petani untuk mengubah kebiasaan mengolah kopi. Manfaat perubahan kebiasaan pengolahan kopi itu mulai dirasakan oleh petani. Kopi Sridonoretno mulai dikenal sebagai kopi dengan harga premium. Dampaknya, penghasilan dan kesejahteraan petani kopi terus meningkat.

Kopi Sridonoretno menjadi buah manis pendampingan desa yang dilakukan oleh organisasi masyarakat sipil. Pendampingan Aliansi Petani Indonesia memberikan nilai tambah bagi komoditas ungulan kawasan perdesaan.