Ada ketinggian matahari, Rumput-rumput berkeringat
Tangannya menggapaimu gelisah
Hari yang penuh pembantaian, merebahkan nyalinya
Hanya jerit, hanya jerit yang menggema di padang-padang kerontang itu
kemudian senyap, kemudian senyap
Sungai pun menerbangkan batu-batu.
(Pada Ketinggian Matahari, Isbedy Stiawan ZS)

Bumi ini kian kerontang. Menahan beban menggunung. Menangis ditusuk beton. Hingga hijau itu kini kuning mengering, tandus dan gersang. Gesitlah bertindak. Sebelum sungai- sungai menerbangkan batu. Bah yang melumat kehidupan kita.

Masyarakat lampung sejatinya mengenal konsep penjagaan dan pelestarian lingkungan yang bernama Hulu Tulung. Adapun Hulu Tulung sendiri pada prinsipnya adalah budaya adat untuk menjaga pusat-pusat kehidupan. Secara tata bahasa Hulu berarti Kepala dan Tulung berarti menolong yang dipahami sebagai sumber air tempat seluruh flora dan fauna berkembang biak.

Adat Hulu Tulung merupakan warisan kearifan lokal yang coba diartikulasikan oleh segenap aparat Pekon Purajaya. Dengan budaya masyarakat yang terbiasa membuang sampah pada sungai, maka untuk mengubah pola hidup tersebut perlu upaya mengubah mindset masyarakat yang salah satunya dengan membeli sampah yang mereka himpun secara mandiri.

Lalu, seluruh elemen Pekon Purajaya bermufakat mendirikan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Jaya Bersama. BUMDes yang berdiri menggunakan alokasi dana desa tahun 2016 tersebut, memiliki peran dalam pengelolaan sampah sekaligus melakukan edukasi kepada masayarakat setempat.

Kemudian seiring berkembangnya kesadaran masyarakat dan semakin banyaknya permintaan pendirian dan pembinaan Tempat Penampungan Sampah (TPS) oleh masyarakat pekon, maka pada tahun 2017 ini disepakati penambahan penyertaan modal sebesar 130 juta.

Adapun alokasi dana tersebut digunakan untuk memenuhi permintaan pendirian dan pembinaan TPS baru, membeli kendaraan pengangkut sampah dan mesin penghancur sampah plastik, dan pembelian beberapa alat bangunan untuk disewakan kepada masyarakat pekon.

Dari kursi jati yang didudukinya, asap mengepul dari sela bibirnya yang keriput. Peratin (Kepala Desa) Purajaya mengisahkan bahwa kondisi hari ini adalah buah dari usaha bersama warganya dalam mengelola sampah.

Sampah yang berserak, mengotori sudut-sudut pekon, meracuni aliran-aliran sungai sebagai Hulu Tulung yang dikeramati, setapak mulai hilang.

Kini kami tetua adat mulai menyaksikan sungai-sungai itu kembali asri. Walau tidak sejernih sungai kami dulu. Tapi, biarlah kami cukup bahagia ketika melihat anak-anak tak lagi ragu untuk menanggalkan pakaian sekolahnya, melompat dari ujung bebatuan dan bermain air dengan riang. Mengingatkan kami saat kecil dulu.

Mengelola sampah bukan hanya tentang menjaga lingkungan. Mengelola sampah juga memberikan penghasilan tambahan. Hingga kini telah ada 284 TPS milik warga yang tersebar di seluruh wilayah Pekon Purajaya. Ke depan, seluruh keluarga akan menjadi TPS yang akan memiliki kebun uangnya sendiri.

Kini, BUMDes Jaya Bersama semakin memperluas kontribusinya. Masyarakat bukan hanya melakukan jual-beli sampah, tapi juga memiliki kesempatan untuk mendapatkan bantuan modal dari usaha simpan pinjam yang dilakukan BUMDes. Dengan kesepakatan bahwa 20% keuntungan BUMDes setiap tahunnya akan masuk ke Kas Desa, maka BUMDes Jaya Bersama akan menjadi salah satu sumber Pendapatan Asli Desa. Keren ya!

Seperti pekon lainnya, alokasi dana desa digunakan untuk berbagai pembangunan infrastruktur desa dan pemberdayaan masyarakat. Pembangunan Fisik di Pekon Purajaya tersebar pada 8 titik dengan rincian, 33 meter pembangunan drainase, 2 unit gorong-gorong, 191 meter pengerasan jalan, 15 unit pembangunan jamban, 244 meter pembuatan jalan desa dengan rabat beton, dan 100 meter pembangunan talud.

Peningkatan infrastrukur Pekon Purajaya, membuat mobilitas warga semakin mudah, terutama untuk mengangkut hasil pertanian dan secara langsung akan meningkatkan taraf hidup warganya.

Itulah sekilas optimalisasi dana desa yang dilakukan oleh Pekon Purajaya. Sebuah pekon di Kabupaten Lampung Barat yang memiliki penduduk sebayak 4.185 orang dengan luas wilayah 12,01 km2.

Sinergi program Dana Desa dengan nilai-nilai kearifan lokal, penting dilakukan. Apalagi bila hal tersebut berperan penting dalam sendi-sendi kehidupan masyarakat. Semua pihak akan mendukung dan berperan aktif. Begitupun dengan persoalan sampah, sungai yang cemar, dan memandang masa depan generasi penerus. Inilah yang menjadi kunci keberhasilan pengelolaan Dana Desa.

Selain menjaga kelestarian adat, juga agar program yang dijalankan memiliki keterikatan secara emosional dengan warga setempat. Karena yang dilaksanakan bukan hanya semata-mata program pemerintah, tapi juga pesan leluhur yang menginginkan alamnya terjaga. Semoga prinsip hulu tulung tetap menjadi bagian hidup ulun lappung yang terus lestari.