Matahari yang perlahan tenggelam di Laut Arafura melengkapi keindahan pesona Pantai Batu Kora. Sejumlah pengunjung menikmati detik-detik terbenamnya matahari dari atas tiga pecahan batu besar di pantai itu. Seorang pengunjung mengambil gambar matahari terbenam dari pesisir pantai yang berada di sisi timur gugus batu itu dengan kameranya.

Pantai Batu Kora terletak di Desa Wangel, Kecamatan Pulau-pulau Aru, Kabupaten Kepulauan Aru, Maluku. Salah satu momen pengambilan gambar yang paling dikejar adalah ketika matahari sejajar dengan gugusan batu. Titik pengambilan gambar dari sisi timur menunjukkan seolah-olah matahari terbenam di balik barikade batu-batu itu. Hasil gambar berupa sinar matahari yang menembus deretan batu-batu sungguh menarik.

Nama InovasiPantai Batu Kora
PengelolaPemerintah Desa Wangel
AlamatDesa Wangel, Kecamatan Pulau-pulau Aru, Kabupaten Kepulauan Aru, Maluku

Mengintip mentari dari balik batu, demikian istilah masyarakat setempat untuk melukiskan terbenamnya matahari di Pantai Batu Kora. Tiga pecahan batu besar yang kelilingnya lebih dari 7 meter, dengan tinggi sekitar 5 meter dari dasar laut berbanjar tegak ke tengah laut itu memang merupakan daya tarik utama di pantai tersebut.

Di pantai itu ada juga beberapa batu lain berukuran lebih kecil berdiri di sana membentuk sebuah gugus batu dengan jarak lebih kurang 50 meter hingga 70 meter dari garis pantai.

Pada salah satu bongkahan batu terbesar, di bagian atas terdapat lapisan tanah yang ditumbuhi pohon kelapa dan pinus. Pinus merindang hijau dan kelapa tegak menjulang, subur seperti halnya tumbuh di habitat biasanya. Ketika laut surut hingga belasan meter dari bibir pantai, pengunjung dengan mudah mendekati batu-batu itu.

Deretan batu yang terbilang unik tampak sempurna karena dibingkai pesisir pantai berpasir putih sejauh hampir 2 kilometer. Di sana berdiri ratusan pohon nyiur sehingga membuat suasana terasa asri kendati matahari siang menyengat. Terdapat pula lima gazebo sederhana beratap daun kelapa. Pengunjung bisa istirahat sambil menikmati buah kelapa muda yang dijual warga setempat.

Selesai menyantap kelapa muda, pengujung bisa berenang menikmati birunya laut. Semilir angin laut yang mengundang rasa kantuk dapat mengantar pengunjung beristirahat sejenak. Jangan khawatir, tempat tersebut aman, warga yang ditemui ramah menyapa dan memberi senyum. Untuk menikmati suasana di sana, pengunjung cukup membayar Rp 5.000.

Sajian pesonanya memang menggairahkan penikmat wisata sehingga menjadi pilihan utama warga Dobo, ibu kota Kabupaten Kepulauan Aru, dan sekitarnya. Jaraknya sekitar 3 kilometer dari Dobo. Para wisatawan dan tamu daerah dari luar daerah yang berkunjung ke sana juga disarankan agar terlebih dahulu mendatangi tempat itu sebelum menjelajahi tempat wisata lain.

Namun, warga setempat selalu wanti-wanti kepada pengunjung yang baru pertama kali datang ke pantai itu agar tidak mendekati batu besar tersebut sendirian. Mereka harus ditemani warga setempat atau pemilik lahan itu, yakni dari keluarga marga Watumlawar.

Keindahan Pantai Batu Kora menyimpan cerita. Konon, pecahan batu itu merupakan tonggak sejarah penentuan kasta dalam kehidupan sosial masyarakat Aru. Itu bermula dari ”perang” antara dua saudara, Ursia dan Urlima, untuk membuktikan siapa menjadi yang sulung di antara mereka. Urlima menggunakan simbol ikan paus, sedangkan Ursia melambangkan dirinya dengan ikan hiu.

Keduanya pun melakukan lomba mendayung perahu dari Fatujuring, sebuah desa di Aru bagian selatan, menuju tempat itu. Dalam perlombaan, Ursia tidak bisa mencapai garis akhir karena sampannya karam dihantam gelombang.

Sementara itu, Urlima berhasil mencapai tempat itu dan sampannya menabrak sebuah bongkahan batu hingga batu tersebut pecah menjadi tiga bagian. Hukum alam membuktikan, Urlima-lah menjadi yang sulung dalam strata sosial masyarakat Aru.

Tokoh masyarakat Aru, yang juga mantan Kepala Bidang Kebudayaan pada Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Kepulauan Aru, Benny Tulanem, mengatakan, pecahnya Batu Kora adalah bukti yang tak bisa terbantahkan. Batu Kora seakan menjadi simbol Urlima. Itu ditegaskan dengan terdamparnya ikan paus setiap tahun, pada Januari hingga April.

Kendati kaya dengan lokasi wisata yang eksotik, belum banyak wisatawan yang datang ke Kabupaten Kepulauan Aru. Dalam satu tahun, wisatawan mancanegara yang berkunjung tidak lebih dari 15 orang. Selain kurang promosi, akses menuju Dobo juga minim.

Dalam sehari, hanya satu pesawat melayani rute Ambon-Dobo, yakni Trigana Air Service, pesawat ATR 42 seri 300 dengan kapasitas 40 penumpang. Panjang landasan lapangan terbang Rar Gwamar Dobo terus ditambah dari 1.200 meter menjadi 2.000 meter sehingga memudahkan beragam pesawat mendarat di Kepulauan Aru.