Banyak kuliner di nusantara yang menggantungkan diri pada pada cita rasa kecap. Ada semur, bacem, ayam bakar, ikan bakar, nasi goreng, dan banyak lagi kuliner lainnya tak akan lengkap tanpa kehadiran kecap. Lezatnya kecap di meja makan tak lepas dari kerja keras dan kreativitas masyarakat Desa Sudagaran sebagai sentra industri kecap di Kecamatan Sidareja. Kegiatan produksi kecap sudah berlangsung ratusan tahun secara turun-menurun.
Desa Sudagaran merupakan salah satu desa di Kecamatan Sidareja, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah. Lokasi desa dekat dengan pusat ekonomi seperti pasar, stasiun, dan terminal sehingga usaha produktif itu berkembang pesat. Pengrajinnya kecap di Desa Saudagaran rata-rata masih mempunyai ikatan keluarga karena mereka mewarisi usaha dan resep “rahasia” dari generasi-generasi sebelumnya.
Nama Inovasi | Kecap Manis Sudagaran |
Pengelola | Pengrajin Kecap Desa Sudagaran |
Alamat | Desa Sudagaran, Kecamatan Sidareja, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah |
Kontak | Susianto (Pengusaha Kecap Cap Cakra) |
Telepon | +62-823-2729-5559 |
Kecap produksi Desa Sudagaran kebanyakan adalah kecap manis. Bahan baku kecap didominasi oleh 90% gula kelapa, sisanya sari kedelai dan ramuan bumbu rempah yang khas. Ramuan itulah yang memperkaya rasa kecap, sekaligus menjadi faktor pembeda kecap antara satu pengrajin dengan pengrajin lainnya.
Sayang, jumlah pengrajin kecap terus menurun setiap tahun seiring dengan meninggalnya para pengrajin. Dari situ, nasib perusahaan kecap ditentukan. Ada tumbang, ada juga yang berkembang pesat dengan inovasi kemasan yang modern.
Sejumlah merek produk kecap sudah sangat melegenda, seperti kecap cap Ayam dan Cap Cakra. Kecap Cap Ayam masih mempertahankan kemasan sederhana, sementara kecap Cap Cakra sudah menggunakan kemasanan yang cukup modern. Selain itu, ada kecap “mbah mantri” yang pernah melegenda karena rasanya paling enak. Namun, sudah puluhan tahun usaha tak lagi berproduksi karena sang empunya kecap, Mbah Mantri, meninggal dunia.
Setiap merek kecap memiliki penggemar fanatik. Pedagang-pedagang bakso di Kecamatan Sidareja, Kedungreja, dan Gandrungmangu rata-rata menggunakan kecap lokal produksi Desa Sudagaran. Sejumlah pedang pernah mengganti kecap mereka dengan kecap produksi pabrik namun mereka banyak diprotes pelanggan. Secara rasa, kecap lokal mampu mengalahkan kecap-kecap produk pabrik-pabrik besar.
Lidah masyarakat di Kecamatan Sidareja dan sekitarnya terlalu dimanjakan oleh kentalnya kecap dari Desa Saudagaran. Anak-anak usia Balita punya kesukaan yang tinggi terhadap kecap. Saat melihat kecap, mulutnya tidak berhenti meminta kecap sebelum disuguhkan. Terlebih, kecap yang disuguhkan adalah kecap lokal produksi Desa Sudagaran. Rasanya gurih, kombinasi antara manis dan asin.
Kecap Cap Ayam kemasannya sangat sederhana hanya menggunakan botol plastik air mineral. Merek cap ayam ditempel memutar, terbuat dari kertas HVS hasil photocopy. Kecap Cap Ayam bisa ditemukan di pasar-pasar yang ada di Sidareja, seperti Pasar Setuan, Pasar Karna, Pasar Rahayu, Pasar Reboan, dan juga warung-warung warga. Banyak warga Sidareja menjadi pelanggan kecap cap ayam. Selain harganya murah, rasanya sangat lezat.
Kecap Cap Ayam diproduksi oleh keluarga Hamdan. Sepeninggal Hamdan, istri dan anaknya yang meneruskan usaha kecap. Aan Wahyudi, anak laki-laki Hamdan yang sekarang menjalankan usaha turun temurun ini. Setiap hari ia memproduksi kurang lebih 100 kg gula. Dari 100 kg gula tersebut ia memperoleh 135-an botol kecap.
Satu botolnya ia jual grosir Rp 13.000,- ke pedagang pasar. Di pasar, harga ecerannya Rp 14.000 – 15.000. Keuntungannya tergantung dari naik turunnya harga gula. Sekarang harga gula sedang tinggi, yakni Rp 13.000,-, sehingga ia hanya mendapatkan keuntungan sedikit.
Meskipun kemasannya botol air mineral, namun ia mengatakan botol yang digunakan semuanya baru, bukan botol bekas, sehingga kualitasnya terjaga. Ia belum bersedia beralih ke kemasan botol kaca karena akan mempengaruhi harga kecap perbotol. Pelanggannya lebih memilih menggunakan kemasan yang sekarang ada.
Kecap Cap Cakra di produksi oleh Susianto (55). Sudah puluhan tahun ia menghidupi keluarganya dari hasil produksi kecap. Kemasannya sudah cukup bagus, menggunakan botol kaca. Kecap Cakra juga sudah ada nomor PIRT, tanggal kadaluarsa dan sertifikasi halal dari Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Saat awal produksi 20 tahun lalu, kemasan kecap cap Cakra juga menggunakan botol mineral. Atas saran dinas kesehatan dan Pusat Layanan Usaha Terpadu (PLUT), ia pun meningkatkan kualitas kemasan dalam bentuk botol kaca. Jika tidak menggunakan botol kaca, ia tidak bisa mendapatkan nomor PIRT.
Dampaknya sangat terasa, setelah kemasannya cukup bagus, ia bisa memasarkan ke pedagang bakso, pedagang sate dan warung-warung yang cukup besar. Harga jualnya juga lebih mahal. Setiap botol ia jual dengan harga grosir Rp 18.000, eceran Rp 19.000,-.
Usaha Kecap Cakra dimulai Susianto sejak 20 tahun lalu. Ia belajar dari keluarga H. Radun, masih satu keluarga H. Hamdan. Meskipun begitu, Susianto mempunyai komposisi ramuan rempah sendiri yang berbeda dengan produsen kecap lain.
Awalnya ia adalah pedagang Pasar Setuan. Saat usahanya dirasa mandeg, ia memilih berproduksi kecap. Hasilnya cukup lumayan. Sampai hari ini ia sudah bisa membangun rumah dan menyekolahkan dua anaknya.
Untuk membantu produksi, ia mempekerjakan adiknya sebagai karyawan. Setiap 3 hari sekali ia memasak 130 kg gula ditambah sari kedelai dan ramuan rempah. Dari jumlah tersebut menghasilkan 180 botol kecap ukuran 600 ml. Selain kemasan 600 ml, Susianto juga mengemas kecap dalam botol kecil ukuran 135 ml. Namun, tidak setiap hari ia memproduksi kemasan 135 ml. Tergantung pesanan pelanggan.
Kecap merupakan produk olahan pangan di Indonesia yang berusia ratusan tahun. Dalam buku Shurtleff dan Aoyagi, disebutkan, kata kecap ala Nusantara muncul di dunia Barat pada 1680, ditulis oleh seorang pengacara sekaligus penulis bernama William Petyt, “Dan kita sekarang punya sawce (saus) yang disebut catch-up dari Hindia Timur, dijual di Guinea dalam bentuk botolan”.
Catch up yang kemudian dikenal sebagai ketjap, lalu jadi kecap, diperkirakan serapan dari kata Hokkian ke chiap/ kicap/ kitjap.
Banyak masyarakat memodifikasi rasa kecap sesuai selera Nusantara. Lahirlah apa yang disebut sebagai kecap manis. Kecap ini haBanyak kuliner di nusantara yang menggantungkan diri pada pada cita rasa nya bisa ditemukan di Indonesia. Di banyak definisi, kecap manis yang di dunia internasional dikenal dengan sebutan sweet soy sauce, diartikan sebagai “…Indonesian sweetened aromatic soy sauce.”
Shurtleff dan Aoyagi menganggap kecap manis unik karena tiga faktor yang tak bisa ditemukan di kecap lain. Pertama, kecap manis mengandung gula merah, atau gula aren. Kedua, kecap manis dididihkan dalam waktu yang lama (4 sampai 5 jam) yang kemudian dicampur lagi dengan gula untuk membuatnya kental.
Ketiga, kecap manis juga dicampur dengan aneka bumbu dan rempah, bahkan konon juga dicampur dengan kaldu ikan atau kaldu ayam. Tak heran kalau rasanya begitu kaya.