Kopi merupakan salah satu komoditi yang berkembang paling pesat di Desa Lae Langge Namuseng. Para petani Desa Lae Langge Namuseng yang tergabung dalam Kelompok Tani Sumber Rejeki berinovasi melakukan pembibitan dalam polibag dan melakukan perubahan jarak tanam kopi. Praktik inovasi ini mampu mengurangi luasan lahan tidur dengan sistem tanam tumpang sari.
Desa Lae Langge Namuseng masuk dalam wilayah Kecamatan Sitellu Tali Urang Julu, Kabupaten Pakpak Bharat, Sumatra Utara. Komitmen Kabupaten Pakpak Bharat untuk mendorong kopi sebagai produk unggulan Desa Lae Langge Namuseng sudah tertuang dalam dokumen kerja Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah 2017.
Nama Inovasi | Perubahan Jarak Tanam Kopi Arabika dengan Sistem Tumpang Sari |
Pengelola | Kelompok Tani Sumber Rejeki Desa Lae Langge Namuseng |
Alamat | Desa Lae Langge Namuseng, Kecamatan Sitellu Tali Urang Julu, Kabupaten Pakpak Bharat, Sumatra Utara |
Kontak |
|
Bappeda Kabupaten Pak-Pak Bharat merekomendasikan tanaman kopi sebagai produk unggulan yang berpeluang mampu meningkatkan pendapatan perkapita masyarakat di wilayah ini. Terlebih, Desa Lae Langge Namuseng berada di ketinggian 700-14.000 mdpl sehingga sangat cocok untuk budidaya kopi, baik jenis robusta maupun arabika.
Pada 2006, PT Tunggal Menari Jaya mengembangkan perkebunan kopi arabika seluas 125 Ha di wilayah Desa Lae Langge Namuseng. Sejak itu hampir semua warga mulai membudidayakan tanaman kopi. Tak heran, Desa Lae Langge Namuseng dikenal sebagai penghasil kopi arabika (sigarar utang) terbesar di Kabupaten Pak-pak Bharat.
Sayang selama satu dasawarsa terakhir, budidaya kopi belum mampu mendongkrak perekonomian masyarakat Desa Lae Langge Namuseng. Salah satu penyebabnya adalah kegagalan warga dalam pemilihan jenis calon bibit, luas dan dalam lubang tanam, jarak tanam, serta metode perawatan dan pemeliharaan.
Bagi masyarakat Desa Lae Langge Namuseng budidaya kopi merupakan hal baru. Sebelumnya, mata pencaharian masyarakat desa bersandar pada hasil kemenyan dan padi. Perubahan jenis komoditas itu membuat masyarakat harus belajar ulang perilaku bercocok tanam.
Melihat kenyataan ini, satu penggerak desa, Rachmad Martin Berutu, mencoba mengangkat kembali budidaya kopi Arabika. Rachmad pernah bekerja sebagai Fasilitator Pemberdayaan Masyarakat di salah satu NGO, yaitu Conservation International (CI). Dia bekerjasama dengan Petugas Penyuluh Lapangan (PPL) Desa Lae Langge Namuseng untuk menangani inovasi dalam budidaya kopi yang lebih baik.
Pada 2017, Program Amarta USAID membuka Program Sekolah Lapang di Desa Lae Langge Namuseng. Lalu, lahirlah Kelompok Tani “Sumber Rejeki” sebagai wadah organisasi para petani desa. Kelompok Tani Sumber Rejeki mengembangkan kebun bibit desa dengan budidaya unggulan kopi jenis arabika.
Awalnya, bibit didatangkan dari Desa Lintong Nihuta, Kabupaten Humbang Hasundutan, kategori F1 melalui seleksi pohon bibit serta mengkupaskan kulit manual serta seleksi yang mana hanya biji dua saja yang dipilih serta tidak bercacat dan bentuk standar.
Langkah selanjutnya yaitu:
- Setiap anggota mendapatkan 300 batang bibit kopi Arabika;
- Setiap anggota menanam dengan sistem tumpang sari dengan jarak tanam 1,5 m x 1,5 m x 4 m dengan sistem lubang berukuran 60 cm x 60 cm x 60 cm;
- Diwajibkan menanam di lahan yang belum pernah dibuka sebelumnya (lahan tidur) agar mengurangi jumlah lahan tidur yang ada;
- Menanam pohon pelindung
- Lubang tanam dilakukan sebelum masa 60 hari sebelum bibit ditanam.
Dengan melakukan inovasi dalam sistem seleksi bibit , sistem pembibitan dalam polibag dan sistem jarak dan lubang tanam yang membuka areal yang belum pernah dibuka (lahan tidur) diharapkan gerakan ini dapat menginspirasi masyarakat di luar anggota Kelompok Tani Sumber Rejeki untuk meningkatkan pendapatan ekonomi rumah tangga.
Tim Pelaksana Inovasi Desa (TPDI) Kecamatan Sitellu Tali Urang Julu