Desa Genggelang menyelamatkan sumber mata air melalui konservasi hutan berbasis kearifan lokal. Awig- awig telah dimiliki secara turun-temurun, namun selama ini hanya disimpan dalam ingatan sejumlah tokoh masyarakat. Pada 2016, Pemerintah Desa Genggelang mendokumentasikan awig-awig tentang lingkungan hidup agar dapat dikenal dan diketahui oleh seluruh masyarakat desa.
Proses sosialisasi awig-awig yang berisi peraturan adar berlangsung cukup lama 2000-2010. Pada proses itu, muncul protes dari warga karena dianggap awig-awig tidak sesuai dengan perkembangan zaman sehingga dilakukan musyawarah kembali untuk membahas pembaruan awig-awig dan dihasilkan awig-awig yang dapat menyesuaikan dengan kebutuhan masyarakat.
Nama Inovasi | Pengelolaan Sumber Mata Air Melalui Konservasi Hutan Berbasis Kearifan Lokal |
Pengelola | Pemerintah Desa Ganggelang |
Alamat | Desa Ganggelang, Kecamatan Gangga, Kabupaten Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat |
Kontak | Haeril (Kepala Desa Ganggelang) |
Telepon | +62-823-4291-9555 |
Desa Genggelang terletak di wilayah hutan dan memiliki beberapa sumber mata air yang menjadi tempat bergantung masyarakat, namun terancam keberlangsungannya karena adanya penebangan pohon oleh perusahaan.
Di Desa Genggelang juga terdapat sumber mata air, yakni Kakong, yang merupakan sumber penghidupan masyarakat dan menjadi sumber air bagi 3 air terjun desa tersebut.
Desa Genggelang memiliki awig-awig turun-menurun tentang pengelolaan lingkungan di wilayah desa namun tidak pernah terdokumentasikan.
Di Desa Genggelang banyak remaja usia produktif yang belum bekerja, yang sering berkelahi hanya karena masalah kecil.
Pada 1999, perusahaan penebang hutan yang telah berada di Desa Genggelang selama 30 tahun tersebut dipaksa keluar oleh masyarakat karena dianggap merugikan masyarakat.
Tahun 1999-2002 menjadi masa kritis penataan ulang pengelolaan hutan oleh desa dengan fokus pada penyelamatan sumber mata air dan menata ulang pengelolaan hutan dalam kondisi di mana masyarakat sangat rentan dan sensitif terhadap upaya tersebut dan awig-awig yang dianggap tidak relevan dengan perkembangan zaman.
Untuk Melakukan konservasi hutan dan menjaga keberlangsungan sumber mata air dengan mendokumentasikan awig-awig atau hukum adat tidak tertulis dan meresmikannya menjadi Peraturan Desa. Masyarakat dapat menuai manfaat dari hasil hutan, antara lain dari kopi dan pariwisata.
Dampaknya, hutan lebih tertata dan sumber mata air terjaga sehingga kebutuhan air bersih warga terjamin dan terkelola baik, terbentuknya wisata desa yang meningkatkan pendapatan masyarakat dan meredam konflik.