Dampak kebijakan Dana Desa (DD) pada peningkatan kesejahteraan dan kemandirian mulai tampak. Pada 2017, ada 157 desa di Indonesia yang mampu menghasilkan Pendapatan Asli Desa (PADes) lebih dari Rp 1 miliar. Mereka mampu mengelola sumber daya di wilayahnya menjadi pendapatan asli desa. Inilah unicorn desa, karena dengan pendapatan setinggi itu desa lebih leluasa untuk menentukan model pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa.

Pada level tertinggi, ada 4 desa di Indonesia memiliki PADes di atas Rp 5 miliar, yaitu Desa Bokoharjo (Sleman, DIY dengan PADes Rp 7,7 miliar), Kutuh (Badung, Bali dengan PADes Rp 6,8 miliar), Nglinggis (Trenggalek, Jatim dengan PADes Rp 5,8 miliar), dan Gempolan (Karanganyar, Jateng dengan PADes Rp 5,3 miliar).

Di Sumatera, unicorn desa terdapat di Aceh (2 desa), Sumatera Barat (1 desa), Sumatera Selatan (3 desa), dan Lampung (1 desa). Di Jawa terdapat di Jawa Barat (6 desa), Jawa Tengah (86 desa), DI Yogyakarta (9 desa), dan Jawa Timur (41 desa). Bali menyumbang 3 Desa. Di Kalimantan terdapat di Kalimantan Barat (1 desa) dan Kalimantan Selatan (2 desa). Sulawesi Selatan menambah 2 desa.

PADes setinggi itu melebihi nilai transfer dana desa (DD) atau alokasi dana desa (ADD). Sesuai dengan UU No 6/2014 tentang Desa, keseluruhan PADes leluasa diputuskan desa sendiri peruntukannya, baik untuk 8-12 orang perangkat desa, pembangunan, pemberdayaan masyarakat, maupun pembinaan kemasyarakatan. Pencapaian unicorn desa melesat dibandingkan rata-rata PADes yang hanya berkisar Rp 41 juta.

Pada 2017, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi melalui Direktorat Jenderal Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa telah mengumpulkan APBDes dari 72.157 desa atau 96% dari keseluruhan 74.910 desa. Keseluruhan pendapatan desa di Indonesia pada 2017 mencapai Rp 102 triliun, dari jumlah itu kontribusi PADes baru mencapai Rp 3 triliun. Artinya, Pendapatan asli desa baru menyumbang 3 prosen % dari seluruh pendapatan desa.

analisis pades 2017 di indonesia

Desa Kutuh menjadi contoh praktik baik desa dalam meningkatkan pendapatan asli desa. Meski Kutuh terletak di daerah yang tandus, mereka mampu mengelola potensi adat, budaya, dan pariwisata menjadi berkah bagi desa. Desa Kutuh menjadi desa dengan destinasi pariwisata yang digandrungi wisatawan, bahkan mereka mampu mengembangkan Pantai Pandawa sebagai ikon pariwisata baru di kawasan Badung Selatan yang banyak dikunjungi wisatawan mancanegara.

Untuk menghindari tumpang tindih pengelolaan, sekaligus mengoptimalkan pengelolaan, potensi desa, maka Desa Kutuh menyerahkan kewenangan pengelolaan pada badan usaha terintegrasi yang disebut Bhaga Utsaha Manunggal Desa Adat (BUMDA). BUMDA dipimpin seorang Maha Manggala Utama, sedangkan masing-masing unit dipimpin Manggala.

Kini, BUMDA Desa Adat Kutuh membawahi enam unit usaha, yaitu Unit LPD, Wisata Pandawa, Wisata Gunung Payung Cultural Park, Unit Barang dan Jasa, Unit Atraksi Wisata Paragliding, dan Unit Utsaha Piranti Yadnya.

Di tengah rerata PADes yang relatif rendah tersebut, telah menyembul desa-desa yang mampu memandirikan keuangannya sendiri. Proses-proses penting bagaimana desa tersebut mampu memandirikan keuangan perlu dipelajari.