Desa Madang, Kecamatan Padang Batung, Kabupaten Hulu Sungai Selatan, Kalimantan Selatan berjarak sekitar 140 km dari Kota Banjarmasin. Kota terdekat berjarak sekitar 8 Km, yaitu Kota Kandangan. Jalan menuju desa ini sudah beraspal dan dapat ditempuh dengan kendaraan roda dua maupun roda empat.
Dinamakan Desa Madang karena di sana dulu banyak terdapat kayu madang. Kayu berwarna coklat merah kekuning-kuningan sampai keabu-abuan yang memiliki nama botani Litsea spp, Dehaasia spp, Cinnamomum spp, digunakan untuk membuat papan, tiang, dan balok. Pada era perjuangan, kayu madang inilah yang digunakan untuk membangun Benteng Madang. Benteng pertahanan para pejuang kemerdekaan saat menghadapi pasukan Belanda.
Nama inovasi | Pengembangan Wahana Wisata Air |
Pengelola | BUMDes Antaludin Makmur |
Alamat | Desa Madang, Kecamatan Padang Batung, Kabupaten Hulu Sungai Selatan, Provinsi Kalimantan Selatan |
Kontak | Suriani (Kades Madang)- 0813-4969-2350 | Ruspandi (Ketua BUMDes)-0823-5050-5247) |
Pada Perang Banjar, Pangeran Hidayatullah dan Demang Lehman meminta Tumenggung Antaluddin untuk membuat benteng pertahanan di Gunung Madang yang sekarang menjadi wilayah Desa Madang. Pasukan Pangeran Hidayatullah, Demang Lehman dan pasukan Tumenggung Antaluddin terkumpul di sekitar benteng ini pada September 1860.
Pada 10 Juni 2017, Musyawarah Desa Madang menyepakati pembentukan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Antaluddin Makmur. Nama BUMDes diambil nama dari panglima perang tersebut supaya mewarisi ketangguhan sang panglima, usaha yang dijalankan BUMDes diharapkan dapat memberikan manfaat dan kemakmuran kepada masyarakat Desa Madang.
Di tengah-tengah hutan yang terdapat di desa tersebut, terdapat sebuah cekdam yang terbentuk secara alami. Pambakal Suriani sering bermain ke cekdam tersebut pada masa kecil. Setelah terpilih dua tahun lalu, kepala desa yang sudah berusia setengah abad ini tiba-tiba muncul ide untuk mengembangkannya sebagai wahana wisata air.
Suriani kecil sering melihat kura-kura besar yang kemudian diabadikannya sebagai icon dengan membangunkan patung kura-kura di gerbang wisata air.
Wahana wisata air yang diberi nama Cekdam Tayub BUMDes Antaluddin Makmur ini mulai dibangun pada awal Januari 2018 setelah pemerintah mencanangkan Padat Karya Tunai (PKT). Sekitar 50 orang warga desa terlibat dalam pengerjaan proyek swakelola yang didanai dana desa ini.
Mulai dari membangun jembatan penghubung, membersihkan sungai dan lahan untuk keperluan parkir hingga menyediakan sepeda air, lapak untuk orang jualan, dan pembesaran bibit ikan air tawar untuk kebutuhan rumah makan di area wisata air tersebut.
Total anggaran yang digunakan berasal dari Dana Desa sebesar Rp 50.290.000,- (lima puluh juta dua ratus sembilan puluh ribu rupiah). Pengelolaan selanjutnya diserahkan kepada BUMDes Antaluddin Makmur yang diketuai oleh Ruspandi. Ada pun lahan yang digunakan merupakan milik masyarakat setempat yang telah diserahkan kepada desa.
Sejak dibuka Februari 2018 yang lalu, wahana wisata ini mampu memberikan pendapatan rata-rata sekitar Rp 40 juta perbulan bagi BUMDes. Pengunjung tidak dikenai biaya masuk, namun memperoleh pendapatan parkir Rp 10.000,- per motor dan Rp 25.000,- untuk kendaraan roda empat.
Pengunjung yang ingin menikmati rekreasi naik sepeda air ke tengah cekdam dikenakan tarif Rp 5.000,- per jam. Selain itu ada pungutan Rp 25.000,- per hari dari setiap pedagang yang berjualan di sana.
Suriani selaku Kepala Desa atau yang dalam bahasa Banjar disebut Pambakal mengungkapkan juga visinya mengembangkan wahana wisata terpadu. BUMDes Antaluddin Makmur telah membeli lahan kelapa sawit di sekitar lokasi untuk dikembangkan sebagai area agro-wisata.
Rencana selanjutnya membuat sarana flying fox dan melengkapinya dengan fasilitas pelatihan outbond. Tempat berdagang yang masih merupakan lapak tidak beraturan juga ingin dibenahi, sehingga sekaligus berfungsi sebagai area wisata kuliner yang apik dan nyaman.
Semoga Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi serta kementerian dan lembaga lain yang terkait dapat mendukung rencana ini.