Kekayaan khasanah budaya dan adat istiadat desa belum dikelola dengan baik sebagai potensi wisata. Desa Batu Lintang dan Komunitas Masyarakat Adat Rumah Betang Sungai Utik berhasil mendongkrak Pendapatan Asli Desa (PADes) dengan mengusung wisata sejarah desa dan warisan budaya adat Dayak Iban. Selain itu, khasanah budaya dan adat dapat lestari, bahkan rasa kepemilikan masyarakat terhadap budaya leluhur tambah menguat.

Desa Batu Lintang terletak di Keca­matan Embaloh Hulu, Kabupaten Kapuas Hulu, Kalimantan Barat, bersama bahkan bekembang sebagai potensi wisata yang mulai dikenal luas. Desa ini memiliki kekayaan khasanah budaya dan adat istiadat. Banyak wisatawan mancanegara maupun akademisi berkunjung ke Desa Batu Lintang untuk melihat dan meneliti tentang Rumah Betang Sungai Utik.

Nama InovasiWisata Desa Rumah Betang Sungai Itik
PengelolaPemerintah Desa Batu Lintang dan Komunitas Masyarakat Adat Rumah Betang Sungai Utik
Nama InovasiDesa Batu Lintang, Keca­matan Embaloh Hulu, Kabupaten Kapuas Hulu, Kalimantan Barat
KontakHerkulanus Sutomo Mana (Ketua Komunitas Masyarakat Adat Rumah Betang Sungai Utik)
Telepon+62-813-5235-6788

Masyarakat dan Pemerintah Desa Batu Lintang tidak memiliki pengetahuan yang memadai tentang sejarah desa dan adat budaya. Masyarakat kurang peduli terhadap keberadaan situs sejarah di desa (termasuk rumah adat), padahal sebagian besar rumah penduduk mengusung khas adat Dayak. Dampaknya, para pengunjung tidak mendapat layanan yang nyaman.

Di sisi lain, angka pengangguran di desa meningkat tajam akibat larangan membakar lahan untuk berladang. Lalu, pada 2014 diadakan pertemuan warga dan Komunitas Rumah Betang Sungai Utik membahas gagasan pengembangan Rumah Betang Sungai Utik sebagai destinasi wisata. Di samping itu, Desa Batu Lintang memiliki sejumlah potensi seni kreatif, seperti kerajinan etnik (kain tenun, ukiran, kerajinan manik-manik Dayak) dan seni tatto tradisional.

Selanjutnya pemerintah desa menyusun strategi pengelolaan dan pemanfaatan aset budaya lokal (hutan adat), termasuk menolak penebangan hutan dalam skala besar (deforestisasi) serta menolak penggunaan lahan desa untuk perkebunan sawit. Pada 2015, warga membentuk Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) untuk melayani kunjungan wisatawan ke Rumah Betang Sungai Utik.

Berkat pengelolaan wisata yang baik, jumlah pengunjung yang datang ke Desa Batu Lintang semakin banyak. Pokdarwis mendorong dan mengkoordinasi para warga menjadikan rumahnya menjadi homestay. Tarif menginap disepakati bersama (Rp50.000/orang/malam ditambah uang makan Rp.30.000/orang/1 x makan).

Untuk menyemarakkan wisata desa, sejak 2016, Pokdarwis menyelenggarakan even tahunan Gawai Dayak di Rumah Betang Sungai Utik dan adat Niling Bidai (upacara adat penutupan Gawai Dayak). Gagasan itu dikuatkan oleh program Pemerintah Kabupaten Kapuas Hulu untuk mendorong daerah ini sebagai destinasi wisata dunia.

Pengelolaan wisata desa mempererat hubungan sosial antarwarga, terutama kesamaan persepsi dan moralitas sosial untuk melestarikan peninggalan kepurbakalaan desa. Desa Batu Lintang makin dikenal sebagai daerah wisata dan penelitian berbasis sejarah, adat, budaya, dan kepurbakalaan.

Keberadaan wisata desa juga mampu meningkatkan pendapatan asli desa (PADes). Selain itu, wisata desa mampu merangsang tumbuhnya ekonomi kreatif desa, menciptakan lapangan pekerjaan baru bagi masyarakat desa, dan mengurangi kegiatan membakar hutan yang selama ini mentradisi dalam kegiatan pertanian masyarakat desa.

Sejarah desa pada dasarnya men­cerminkan tingkat perkem­ba­ngan peradaban sebuah desa. Maka, ketika entitas desa yang kaya adat, budaya dan peninggalan arkeologi lainnya merevitalisasinya, akan menumbuhkan kembali peradaban sebagai modalitas kemandirian desa.

Ke depan, pemeliharaan dan pelestarian situs sejarah dan potensi seni kreatif desa perlu diperkuat dengan Peraturan Desa tentang cagar budaya sehingga keberadaannya memiliki perlindungan, sekalipun dalam lingkung kesatuan hukum desa.