Setiap hari puluhan warga Desa Tambaksari, Kecamatan Wanareja, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah sibuk mengolah sabut kelapa. Ada menggiling, menyortir, memintal, dan mengurai serat sabut kelapa. Di tangan warga Desa Tambaksari, kulit buah kelapa (tepes) yang awalnya limbah mampu diolah menjadi Serat Sabut Kelapa Keriting Berkaret Alam (Sebutret) atau dikenal dengan Rubberized Coir (RC).
Inovasi di atas mampu menyediakan lapangan kerja, sekaligus meningkatkan nilai kulit kelapa. Bagi sebagian kalangan, istilah Sebutret masih terasa asing. Hal itu sangat wajar karena kulit kelapa hanya dimanfaatkan sebagai pengganti kayu bakar. Selain itu, ada yang mengolah kulit kelapa menjadi sapu, kesed, sikat, tali, dan barang anyaman lain.
Nama Inovasi | Serat Sabut Kelapa Keriting Berkaret Alam (Sebutret) |
Pengelola | PKBM (Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat) An-Nur |
Alamat | Desa Tambaksari, Kecamatan Wanareja, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah |
Kontak | Akhmad Rizali |
Telepon | +62-852-9284-6655 |
Hal serupa terjadi pada karet. Para pekebun karet rakyat hanya memproduksi lumb atau Rubber Smoke Sheet (RSS) yang selanjutnya dijual kepada pedagang perantara (pengepul). Akibatnya petani hanya menerima nilai jual yang relatif rendah dibanding dengan pengusaha barang jadi yang berbahan baku karet.
Berkat kreativitas dan inovasi yang dilakukan warga Desa Tambaksari, sabut kelapa dan lateks karet alam diolah menjadi produk yang bernilai tinggi, bahkan berkualitas ekspor. Pelopor Sebutret, Karsono, warga Desa Tambaksari, mengisahkan ide pembuatan Sebutret berawal dari keisengannya membongkar jok mobil mercy (Mercedes Benz, red) tua miliknya. Dia terkejut karena salah satu bahan yang digunakan untuk jok adalah sabut kelapa.
Hal itu mendorong Karsono bersama PKBM (Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat) An-Nur Desa Tambaksari untuk memanfaatkan sabut kelapa dan lateks karet seoptimal mungkin. Kala itu, di Indonesia belum ada perusahaan yang memproduksi serat sabut kelapa keriting. Sedang di Kecamatan Wanareja, bahan baku Sebutret berupa kulit kelapa dan lateks karet alam sangat melimpah.
Akhirnya, Agustus 2007, Karsono yang kala itu menjadi pengelola PKBM An-Nur mengajak para peserta program Kejar Paket C, Program KF (Keaksaraan Fungsional), dan program Kewirausahaan Desa (KWD) untuk memproduksi Sebutret. Untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan tentang Sebutret, PKBM An-Nur mengirim sejumlah peserta ke Balai Penelitian Tanaman Karet (BPTK) di Bogor untuk mengikuti pelatihan pembuatan Sabutret.
Pada pertengahan 2008 Karsono mengikuti pameran produk UMKM. Sambutan atas Sebutret sangat luar biasa. Pesanan pun mengalir, baik dari dalam maupun luar negeri seperti Amerika, Jepang, Korea, China, Belanda, dan Australia.
Namun karena kapasitas produksinya masih terbatas saat ini baru bisa melayani konsumen dalam negeri. Kapasitas produksi baru sekitar 20 hingga 30 meter kubik per bulan, sementara permintaan dari luar negeri ada yang mencapai 150 meter kubik per bulan.
Kendala utama pengembangan usaha Sebutret adalah kualitas sumberdaya manusia, peralatan mesin pendukung, dan permodalan. Untuk memproduksi 30 meter kubik dalam satu bulan, Karsono membutuhkan modal sekitar Rp 600 juta. Biaya produksi Sebutret sekitar Rp 2 juta per kubik.
Pembuatan Sebutret meliputi empat proses, yaitu proses pengolahan sabut kelapa menjadi serat keriting, proses pengolahan disperse kimia, proses pengolahan lateks, dan proses pembuatan sebutret.
Untuk mengolah sabut kelapa menjadi serat keriting, kulit kelapa yang kering digiling dengan mesin pemecah sabut untuk diambil seratnya. Selanjutnya serat gilingan disortir untuk memisahkan serat kasar dan halus. Biasanya tahap ini dilakukan oleh kelompok ibu-ibu di Desa Tambaksari sebagai pekerjaan sampingan.
Setelah dipisah, serat kasar digiling ulang, sedang serat halus dipintal membentuk semacam tambang. Hasil pintalan serat dioven selama 4 jam dalam suhu 800 C. Usai dioven, pintalan kering diperam selama 24 jam. Lalu, pintalan yang telah diperam dibongkar atau diurai kembali untuk menjadi serat keriting.
Pada proses pengolahan disperse kimia, padatan kimia ditimbang sesuai formula. Selanjutnya dimasukkan ke dalam guci keramik berpeluru, satuan padatan kimia dituangkan sesuai ukuran yang dibakukan dan ditambah air.
Setelah itu, keramik berisi padatan kimia dan air diputar selama 24 jam pada mesin pengocok (ball mill disperse) supaya terjadi senyawa. Kemudian senyawa cairan kimia dituang atau disimpan dalam keadaan tertutup dalam bejana plastik dan siap digunakan untuk proses pengolahan lateks karet alam.
Sementara itu, pada proses pengolahan lateks, lateks hasil sadapan dari kebun disaring, ditimbang sesuai kebutuhan. Sesuai formula, larutan kimia dituangkan ke dalam lateks dari kebun. Untuk memisahkan lateks dari air, melalui pendidihan atau sentrifuse.
Selanjutnya adonan lateks berkimia diaduk dengan mesin streerer (homogenizer) minimal selama 4 jam agar terjadi senyawa yang diharapkan. Adonan yang sudah senyawa diperam tertutup selama seminggu (7 hari) agar terjadi pemisahan antara air dan lateks pekat 60%. Kemudian lateks pekat 60% ditambah dengan larutan kimia sesuai formula yang dibakukan menggunakan homogenizer selama 4 jam, maka jadilah kompon.
Untuk menjadi sebutret, serat sabut kelapa yang sudah keriting, sesuai ukuran, density dan ingredientnya kemudian dicetak dalam cetakan secara manual sesuai dengan kebutuhan. Setelah serat keriting dalam cetakan kemudian disemprot tahap I dengan kompon menggunakan gun sprayer didorong udara dari kompresor.
Setelah terlapis kompon kemudian di-oven (tahap I) selama 1 jam dengan suhu 60OC. Setelah satu jam, kemudian dikeluarkan dari oven dan semprot tahap II, setelah itu di-oven kembali selama 4 jam dengan suhu 80-90O C. Jadilah sebutret. Lalu, Sebutret dirapikan dan diberi cover sesuai dengan pesanan.
Produk jadi sebutret banyak digunakan sebagai bahan jok untuk meubeler, mobil, pesawat, dan kapal. Berbagai bentuk kasur, seperti kasur lipat, bayi, kasur biasa, bantal dan guling, juga ada yang menggunakan sebutret. Ada juga matras untuk alas olahraga lantai, bahan peredam suara studio, karpet lantai, dan kebutuhan dapur seperti sponge cuci gerabah dan bahan lainnya.
Keunggulan Sebutret diantaranya bobot ringan dan poreus karena rongga pori-porinya lebar. Tidak menimbulkan panas, walau lama diduduki atau ditiduri. Tidak kempis atau berlekuk, sepanjang tidak dipanasi lebih dari 90O C. Keriting serat membantu pijat refleksi selama digunakan. Aroma karet asli dan matang, serta dapat menghalau alergi pernafasan.
Biaya produksi Sebutret relatif rendah (bukan murahan) dan ramah lingkungan. Sebutret dapat bersaing dengan produk sponge yang berbahan baku lainnya. Selain itu, proses pembuatan Sebutret banyak menyerap tenaga kerja dengan jumlah besar. Terlebih, bahan baku baik sabut maupun lateks karet cukup berlimpah di Indonesia.
Permintaan Sebutret dari luar negeri masih cukup tinggi sehingga komoditi ini layak dikembangkan sebagai produk unggulan desa yang menjadi penghasil devisa devisa negara dari nonmigas.
apa perbedaannya sebutret dengan coco coir?