Desa Wisata Nglanggeran menjadi salah satu Desa Wisata Terbaik ASEAN 2017. Kawasan yang berjarak sekitar 25 km dari Kota Yogyakarta tersebut kini dikunjungi lebih dari 150.000 wisatawan per tahunnya. Pengunjung bisa menikmati bentang alam yang mengelilingi embung, termasuk pesona gunung api purba. Pada 2017, pengelolaan desa wisata ini mampu mendongkrak Pendapatan Asli Desa Nglanggeran hingga 1,9 Milyar.

Desa ini terletak di Kecamatan Patuk, Kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Sebagai bentuk akuntabilitas atas jumlah PADes, Pemerintah Desa Nglanggeran menerapkan sistem elektronik tiket (e-ticketing). Inovasi ini membuat pengelolaan desa wisata semakin transparan. Berapa jumlah wisatawan dan pemasukan terdata dengan baik dalam sistem sehingga potensi kebocoran pendapatan asli desa (PAD) dapat dicegah. Selain itu, e-ticketing merupakan bentuk dijitalisasi yang menunjang kinerja pengelolaan objek wisata.

Nama InovasiSistem Tiket Elektronik (e-ticketing) Desa Wisata
PengelolaPemerintah dan Pokdarwis Desa Nglanggeran
Lokasi/alamatDesa Nglanggeran, Kecamatan Patuk, Kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY)
Kontak PersonSenen (Kepala Desa Nglanggeran)
Telepon+62-818-0425-2032

Desa Nglanggeran memiliki tiga tujuan wisata utama yang tersebar di tiga dusun yang berbeda, yakni Gunung Api Purba (GAP), Embung Nglanggeran, dan Air Terjun Kedung Kandang. Kunjungan para wisatawan terus meningkat setelah destinasi wisata ini dikunjungi Sri Sultan Hamengkubuwono X.

Bagi warga Desa Nglanggeran, perkembangan teknologi semakin cepat sehingga desa mampu memberikan kemudahan pelayanan dan membantu proses administrasi yang lebih rapi dan akurat. Untuk itu, pihak pengelola objek wisata berinisiatif untuk mengembangkan sistem e-ticketing.

Selain untuk meningkatkan transparansi, mencegah potensi kebocoran, dan konflik horizontal, sistem e-ticketing membantu pengelolaan data keuangan dan jumlah kunjungan secara transparan, dan dapat diakses secara real time.

Di sisi lain, Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Desa Nglanggeran sering mendengar munculnya konflik horizontal dalam pengelolaan objek wisata di sejumlah desa, terutama terkait status lahan dan keuangan. Mereka menyadari banyaknya jumlah staf yang 154 orang yang belum terkoordinasi dengan baik dapat memicu konflik serupa.

Lalu, Pokdarwis Desa Nglanggeran menggelar diskusi internal guna mencari solusi untuk mencegah konflik serupa di kemudian hari, termasuk pengelolaan keuangan secara transparan. Pada diskusi itu muncul gagasan penerapan sistem e-ticketing.

Pokdarwis membentuk tim kecil untuk mematangkan gagasan dan mencari informasi lebih lanjut terkait e-ticketing kepada sejumlah pihak, seperti ahli komputer atau TI (teknologi Informasi) di sekitar desa, hingga terkumpul informasi yang dibutuhkan.

Berdasarkan informasi yang diperoleh, tim memetakan kebutuhan untuk pembuatan sistem e-ticketing dengan
potensi yang dimiliki, termasuk potensi sumber daya manusia (SDM), alat dan keuangan.

Berdasarkan hasil pemetaan, tim membuat perencanaan untuk merealisasikan sistem e-ticketing tersebut dengan alur:

a. Membuat daftar alat yang dibutuhkan dan akan dibeli: seperangkat komputer, server, UPS dan printer
b. Sistem jaringan intranet beserta transmisinya untuk menyatukan ketiga objek wisata yang dikelola: tower, kabel microtic
c. Membuat daftar rekanan yang dibutuhkan untuk membuat program, jaringan, pengadaan barang dan jada (SDM untuk mengelolanya)
d. Melakukan survei harga melalui internet dan mendatangi beberapa toko peralatan komputer
e. Menyusun RAB
f. Rencana penggunaan dana dari Kas Pokdarwis hasil penelolaan tiket sebelumnya
g. Rencana kontriburi ke Kas Desa dan BUMDes sebesar 1 persen pendapatan

Setelah kebutuhan alat dan anggaran disusun, Pokdarwis menyampaikan gagasan ini kepada forum musyawarah
warga desa “Selasa Kliwon” untuk mendapatkan persetujuan. Forum terdiri atas Pemerintah Desa, tokoh masyarakat dan agama, dan kelompok masyarakat lainnya.