Dari media yang dapat ditangkap secara kasat mata dan dapat dengan indera peraba, lahirlah karya seni rupa. Ada seni rupa 2 dimensi yang hanya dibatasi oleh panjang dan lebar, ada pula karya seni rupa 3 dimensi yang dilengkapi juga dengan kedalaman. Padanya terdapat nilai kreatifitas, nilai estetika dan nilai kebanggaan yang bisa dilihat oleh mata, diraba dengan tangan dan dirasakan dengan hati, perasaan dan pikiran. Lukisan, kaligrafi, patung, arsitektur, dan seni kriya merupakan beberapa contoh karya seni rupa.
Nama inovasi | : | Gula batu itik |
Pengelola | : | Industri rumahan |
Lokasi/alamat | : | Desa Kembang Kuning Kecamatan Amuntai Tengah Kabupaten Hulu Sungai Utara Provinsi Kalimantan Selatan ( Kalsel) |
Contact person | : | Elham Sarah (Pendamping Desa) |
Telepon/HP/email | : | +62 811 5186 477 |
Seni kriya memiliki nilai khusus, selain keindahan untuk memenuhi kebutuhan emosional. Produk kerajinan yang lahir dari tangan-tangan terampil dari berbagai daerah Nusantara ini, juga memiliki fungsi tertentu untuk memenuhi kebutuhan fisik penggunanya. Membuat kerajinan atau karya seni kriya dari bahan kayu, tekstil, batu, keramik, logam, kulit hingga serat tanaman tertentu atau barang bekas mungkin sudah banyak yang melakukannya.
Tidak demikian dengan sejumlah pengrajin di Kabupaten Hulu Sungai Utara. Mereka menjadikan gula pasir sebagai media untuk membuat karya seni kriya. Berdasarkan teori, gula pasir yang dipanaskan, awalnya akan mencair, tercium bau hangus, dan warnanya berubah kecoklatan. Hal ini menunjukkan telah terjadi perubahan kimia.karena terbentuk zat baru. Pengrajin memiliki trik khusus yang diwariskan turun-temurun agar menjadi benda padat yang mudah dibentuk menjadi berbagai bentuk dan ukuran.
Ada yang berukuran besar dibentuk menjadi kapal, mainan hewan-hewanan, parcel ulang tahun dengan isi aneka jenis ornament berbentuk buah-buahan yang juga dibuat dari gula. Ada pula yang berukuran mini dibentuk menjadi bunga, itik atau bentuk-bentuk lain berukuran kecil dalam acara resepsi perkawinan. Mereka menggunakan pewarna makanan agar juga aman bila ingin dikonsumsi.
Kerajinan ini disebut Gula Batu Itik karena bisa dikunyah atau diemut seperti permen, yang biasa disebut Orang Banjar dengan istilah “gula batu”. Pertama kali dibuat, mungkin bentuknya mirip itik Alabio yang merupakan icon kabupaten ini. Harga yang ukuran besar berkisar antara Rp 50 ribu hingga Rp 100 ribu. Sedangkan yang ukuran mini harganya berkisar Rp 1.000 hingga Rp 5.000.
Umumnya pembeli langsung datang memesan dan mengambil barang sesuai desain yang diminta ke pengrajin di Desa Kembang Kuning. Menurut informasinya pembelinya berasal dari berbagai kota, ada yang khusus datang dari Banjarmasin dan Balikpapan untuk memesan Gula Batu Itik berbentuk Kapal Phinisi sebagai hadiah bagi rekanannya. Prinsipnya selama masih di dalam bungkus plastic, Gula Batu Itik ini tetap padat dan tahan lama sebagai hiasan. Tapi kalau kepingin menikmati sensasi rasa manisnya, bisa langsung dibuka dan dikeluarkan dari plastic.*****
Mantap