Dana desa tidak melulu untuk membangun infrastruktur. Desa Ngantru memanfaatkan sebagian dana desa untuk mendukung pendidikan anak-anak berkebutuhan khusus. Mereka sadar ”anak-anak istimewa” itu juga berhak mendapatkan pendidikan seperti anak-anak lainnya.

Desa Ngantru terletak di Kecamatan Ngantang, Kabupaten Malang, Jawa Timur. Pada 2018, Desa Ngantru mengalokasikan sebagian dananya untuk membantu penyelenggaraan SLB Rintisan. Bagi Pemerintah Desa Ngantru, pendidikan merupakan hak semua warga, termasuk ABK.

Nama InovasiPendidikan Anak Berkebutuhan Khusus
InovatorPemerintah Desa Ngantru
AlamatDesa Ngantru, Kecamatan Ngantang, Kabupaten Malang, Jawa Timur
Kontak PersonSholihin (Kepala Desa Ngantru)
Telepon

Dana desa digunakan untuk memberikan ongkos transpor agar anak mau sekolah, membelikan mereka alat perlengkapan sekolah, dan memberikan transpor atau seragam untuk gurunya. Kebutuhan sekolah juga disokong oleh iuran dari orangtua siswa, mereka membayar Rp 2.000 per anak masuk sekolah.

SLB rintisan Ngantru pertama kali diinisiasi mahasiswa KKN Universitas Negeri Malang (UM) pada tahun 2013. Pendanaan dari Generasi Sehat Cerdas Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (GSC-PNPM).

Pendanaan dari PNPM meliputi pembiayaan ABK yang mau sekolah dan ongkos transportasi untuk empat guru saat itu. Ketika itu, PNPM memberikan Rp 800.000 setahun (untuk empat guru). Pendanaan berakhir seiring berakhirnya PNPM pada tahun 2017. Pembiayaan terakhir adalah tahun 2016.

Awal dirintis, siswa ABK yang bersekolah di sana 25 orang. Sejak tidak ada dana pendukung, beberapa orangtua mulai enggan menyekolahkan anaknya. Apalagi, mereka rata-rata repot bekerja di sawah. Tahun 2017, pengelola SLB mulai kerepotan menjalankan operasional sekolah karena sama sekali tidak ada sokongan dana.

Kenapa sekolah itu disebut SLB rintisan? Sebab, secara formal mereka belum memiliki izin. SLB rintisan juga belum memiliki gedung sendiri, kegiatan belajar-mengajar dilaksanakan di ruangan aula PKK. Saat ada acara PKK atau acara desa lainnya di ruangan itu, sekolah diliburkan.

Di ruang belajar, sebagian anak-anak tampak diam dan menyilangkan tangan di atas meja. Ada yang heboh memeluk siapa saja yang masuk ke dalam kelas. Selebihnya ada yang mondar-mandir, tiduran, dan heboh sendiri.

Guru SLB rintisan itu ada tiga orang. Sekolah bagi anak berkebutuhan khusus (ABK) tersebut hanya beroperasi setiap Jumat dan Sabtu karena sifatnya masih rintisan. Jam belajarmengajar dimulai pukul 08.00 hingga pukul 10.00.

Anak-anak luar biasa itu ada yang tunawicara, tunagrahita, hiperaktif, dan autis. Siswa yang belajar di sana bukan hanya dari Desa Ngantru, melainkan juga dari desa-desa di sekitarnya. Bahkan, ada juga yang berasal dari desa-desa perbatasan dengan Kabupaten Kediri dan Blitar, yang berjarak 18 kilometer dari Ngantru.