Hingga tiga tahun lalu, Badan Usaha Milik Desa Terus Jaya Sehati di Desa Sukajaya, Kecamatan Sukabumi, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, masih minim modal. Kini, ada enam unit bisnis yang tumbuh dan menghadirkan kesejahteraan warga.

Kesibukan kembali meraja di BUMDes Terus Jaya Sehati, Selasa (27/8/2019) siang. Direktur BUMDes Terus Jaya Sehati Ati Nurhayati ikut larut di dalamnya. Hari itu, selain mengajar di Pendidikan Anak Usia Dini Antarium, dia juga mengurusi transfer uang pembayaran pemesanan 1.000 liter bahan bakar minyak Pertalite ke Pertamina.

Nama InovasiBUMDes Terus Jaya Sehati
PengelolaPemerintah Desa Sukajaya
AlamatDesa Sukajaya, Kecamatan Sukabumi, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat
KontakDeden Gunaepi (Kepala Desa Sukajaya)
Telepon+62-856-8303-339

”Kami punya Pertashop, unit yang menjual BBM Pertalite. Rata-rata habis dalam 10 hari,” katanya. Ati mengatakan, Pertashop adalah satu dari enam unit bisnis di BUMDes. Unit bisnis lainnya adalah penjualan elpiji, minimarket, kuliner, dan alat tulis kantor.

Selain itu, BUMDes juga tengah mengembangkan budidaya hortikultura yang akan diproyeksikan jadi kawasan agrowisata mulai tahun 2020. ”Kini kami tengah meluaskan pasar agar panen hortikultura petani setempat semakin besar terserap pasar,” katanya. Sejauh ini, hasilnya manis. Pada tahun 2016, BUMDes untung sekitar Rp 14 juta. Setahun lalu, keuntungannya melonjak hingga sekitar Rp 30 juta.

Dana desa

Sukses tak datang begitu saja di desa berjarak sekitar 100 kilometer dari Kota Bandung itu. Semua dibangun dari nol sejak 2016. Tak ada secuil aset pun yang dimiliki BUMDes. Unit bisnis pertama yang ditekuni adalah jual beli elpiji.

BUMDes kala itu mendapat penawaran dari salah satu pangkalan elpiji Pertamina. Tawaran disambut bahagia, tapi menyisakan tanda tanya. Untuk memuluskannya, BUMDes harus menyediakan dana awal Rp 77 juta untuk modal awal dan tempat usaha.

”Karena tidak ada biaya saat itu, saya menjaminkan sertifikat rumah pribadi pada salah seorang warga. Pengembalian dana dengan sistem bagi hasil penjualan elpiji. Saya yakin, ini adalah pembuka jalan yang baik untuk BUMDes,” kata Ati. Instingnya tepat. Bisnis elpiji laris manis. Sebulan, BUMDes dipasok empat kali tabung elpiji atau sebanyak 560 tabung berukuran 3-5 kilogram. Dengan sukses itu, modal yang dipinjam bisa dikembalikan semuanya tak sampai setahun.

Ati tidak sendirian, Kepala Desa Sukajaya periode 2013-2019 Deden Gunaefi (34) ikut merintis pendirian BUMDes itu. BUMDes berkembang pesat karena dapat menjalin kemitraan warga dengan baik. ”Kunci semua unit usaha ini adalah kemitraan, semua dilakukan warga dan untuk warga,” ucap Deden, yang juga Komisaris BUMDes.

Deden mencontohkan, unit minimarket bernama BUMDes Mart. Keberadaannya menjadi wadah perputaran uang di Sukajaya. Komoditas milik warga dibeli warga lainnya di sana. ”Kami juga punya unit bisnis kuliner. Selain membuka resto, juga membuka layanan katering seperti untuk acara rapat perusahaan ataupun pernikahan,” ujarnya.

Usaha warga semakin maju lewat gelontoran dana desa. Tahun 2017, sebanyak 150 juta diberikan untuk membantu bisnis elpiji dan kuliner. Setahun kemudian, sekitar Rp 100 juta digelontorkan untuk pengembangan BUMDes Mart. Tahun ini, ada sekitar Rp 50 juta untuk unit Pertashop.

Selain memudahkan perputaran uang desa, unit-unit bisnis ini juga membuka lapangan kerja baru. Sebagian warga desa yang awalnya merantau, di antaranya mulai pulang kampung. Ada lima karyawan BUMDes serta 70 mitra petani.

Nurmayasari (22), warga Desa Sukajaya, tak menyangka akhirnya bisa mendapat pekerjaan di kampung halamannya. Sejak enam bulan terakhir, dia menjadi karyawan di BUMDes Mart. Sebelumnya, Nurmaya adalah buruh pabrik kaca di Jakarta Utara.

Ia mengaku, penghasilan di BUMDes lebih besar dibandingkan saat menjadi buruh pabrik kaca. ”Waktu kerja di pabrik penghasilan Rp 2,3 juta per bulan. Di BUMDes sudah setara upah minimum kabupaten Rp 2,7 juta per bulan. Bisa lebih kalau ada lembur,” ujarnya.

BUMDes juga menerima hasil kerajinan dari ibu-ibu rumah tangga di desa setempat. Salah satunya besek (wadah bambu) kecil tempat moci, penganan khas Sukabumi yang dibuat dari tepung ketan. Dalam sehari, ada ribuan besek yang dibeli BUMDes dari warga, untuk selanjutnya dijual ke sejumlah pabrik moci di Cianjur dan Sukabumi.

Tiap 100 besek dari warga dibeli oleh BUMDes Rp 33.000. Ada sekitar 170 ibu-ibu perajin besek, yang masing-masing dari mereka bisa menghasilkan rata-rata ada 200 besek per hari. Dengan demikian, penghasilan per orang mencapai Rp 66.000 per hari.

Petani, sebagai mata pencarian terbesar di desa, juga tak dilupakan. Pertanian menjadi mata pencarian hingga 50 persen dari total 6.700 orang penduduk Desa Sukajaya. Selain sayur-mayur yang umum di pasaran, petani didorong menanam sejumlah jenis sayur yang minim kompetitor. Contohnya, petani diarahkan menanam edamame di lahan 2 hektar, yang hasilnya bisa mencapai 8 ton setiap panen. BUMDes membeli edamame di tingkat petani sekitar Rp 12.000 per kilogram.

Penanaman Caribbean Gold dan Moonlight alias melon berdaging buah berwarna juga dilakukan. Melon sudah diuji coba ditanam pada lahan 400 meter persegi yang menghasilkan lebih kurang 2 ton. Harganya Rp 7.000-Rp 25.000 per kilogram, tergantung kualitasnya. Ujang Sadini (46), petani setempat, sangat berharap kemitraan dengan BUMDes terus terjalin. ”Saya sudah bekerja di sini tiga tahun ini. Hasil selalu dibeli oleh BUMDes dengan harga yang bagus,” ujar Ujang.

Di pengujung hari, beragam kesibukan pun rampung. Ati bersiap pulang ke rumah, mengumpulkan tenaga untuk kesibukan esok hari. Namun, saat bicara tentang masa depan pertanian, semangatnya belum surut. Dia kembali bercerita.

Ati mengatakan, lahan pertanian tidak akan sekadar jadi tempat menanam komoditas. Pada lahan 8 hektar akan dikembangkan menjadi kawasan agrowisata. Di sana, akan dibuat wahana edukasi terkait sayur-mayur dan buah-buahan, rumah kaca (greenhouse), juga tempat berswafoto bagi wisatawan.

Inspirasinya dari Taman Buah Mekarsari, Bogor. Rencana ini ditargetkan rampung 2020. Pengembangan lahan pertanian itu diyakini akan memberikan nilai tambah bagi petani dan dapat membuka lapangan kerja lebih banyak. Untuk memaksimalkan peluang, pengembangan ekonomi warga yang difasilitasi BUMDes akan menggunakan konsep satu RW satu produk atau komoditas.

”Di desa ini juga terdapat sembilan RW, yang akan dirancang satu RW satu produk. Misalnya satu RW jadi sentra penjualan kerajinan, dan RW lainnya sentra kuliner. Kami percaya diri mewujudkannya karena besarnya dukungan warga,” kata Ati.

Sumber: Kompas.id